Sabtu, 13 Oktober 2012

Gadis si Penyair

Benar apa yang mereka suarakan tak sama binar mata itu, sekuat dan sebaik apa pun namamu dan alur hati bagianmu kuceritakan semua tetap tak sama bahkan tak sedikitpun berhasil menyaingi binar mataku saat hanya menyebut nama tuan berasel. Tak paham sungguh mengapa tanya tentangmu aku tak tau. Rasa ingin milikimu lebih hebat dari pada tuan beranselku itu hingga ternyata takdir Tuhan pun tak satukan kita, Tuhan adil memang tak ingin rasa yang mungkin tak sebaik dengan tuan beranslku itu kupertahankan dan kuberikan pada orang yang salah.

Gadis, gadis..berceloteh saja kau mampu dengan bait-baitmu namun bersuara saja getarnya tak ayal membuat semua mata heran menyorotmu. Kau ini aneh bukan, diam saja pada rasamu memilih bisu namun tetap tertawa dengan polosmu. Terisak pada gelap dan enggan berbagi pada semesta saat rindu menjamahmu.

Kecintaanmu pada syair tak mudah kau isyaratkan namun mudah kau tuangkan pada bait kosong wadah imajinasimu. Sadarkah kau gadis tuan beransel jawaban tanyamu? kau memilih berlari kian melaju dengan pesat ia tak ingin teringat rasanya pada tuan beransel... Gadis diam dan rasanya aliran darah-darahnya mulai terasa hangat, enggan ia teruskan syairnya.

"hei gadis kau pejamkan matamu"

iya, kusiapkan waktu bertemu semesta, maka ikutlah bersamaku jika tak takut kau akan ujianmu, maka hilangkan saja pada segala memori lampau yang tak terikat lagi. Biar syair yang temani langkahmu. Biar saja kau nikmati waktu yang berdetak dengan denyut yang menyanding tanpa lelah hingga hayat menemui batas.







i. d. a.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar