Rabu, 28 November 2012

Setahun

Biar saja semuanya terlalui, lalu apa yang kusimpan ini akan tetap tersimpan? Biar saja ranting itu patah biar menderak pada bagiannya. Disetahun ini langkah menguncup jadi celah yang menyempit apa ini suara yang menggumam maka lepaskan saja jika tak ingin mengekang. Biar kubawa sampai mata ini menutup jika baiknya begitu. Sendiri saja tanpa kamu tau hanya ada kita bagiku tapi tak ada kita mungkin nyata bagian hidupmu. 

Setahunku



i. d. a. 

Sabtu, 24 November 2012

Drama dalam Nyata

Demi apa pun yang ku cinta air mata itu bagian dari aku yang berdamping dengan bahagia. Jika bahagia itu hal yang slalu dinanti maka ingin kusampaikan pada angin dan butir-butir debu yang melebur hingga larut bahwasanya aku menanti bahagia tanpa luput akan penantian sedihnya. Mereka paket yang terbaik Tuhan ciptakan maka kunikmati hingga hayat yang menyatu pada bumi bersemayam. Andai bisa terbang maka ingin terbawa angin hingga lepas dari hari yang tak berujung. Bungkam saja pada diam maka baiknya senyum akan mengembang, Terima kasih Tuhan atas semesta yang membagi sinar cemerlang penjaga malam. Bangkit dari hari yang tertinggal dalam selongsong masa yang buat luka mengukir dengan usia yang mendamping. Akan ada detak tiap waktu yang menunggu kapan bulir itu akan kembali terisak atau bahkan akan kembali mengembang bersama gurat senyum yang merona. Tertunduk pada surya yang hangat dan tegar, melangkah dengan kuat maka diam saja agar bisu terus menyatu. Biar kuangkat dagu jika pedih berkata lelah dengan tugasnya pada pesona sang pagi. 



Biar tercatat dengan jemari bukan dengan suaraa yang merdu..
November dalam drama yang nyata...





i. d. a.

Minggu, 18 November 2012

Biar Satu

Mereka yang bercerita dan aku yang diam, mereka yang memainkan naskah dan tetap aku yang diam. Lalu apa yang dapat kusuarakan jika diam itu menyenangkan? apa takdir akan mendiamkan kami yang diam? hanya takdir yang tau baiknya diam itu jadi apa. Satu tak berarti akan menjawab yang tak satu dalam alur yang kuhias, aku akan semakin rindu dengan satu diantara yang diam. Tersusun dalam rapihnya hiasan yang tergantung pada langit-langit kamarku si perahu yang akan kularungkan. Namamu dan ceritaku tentang rindu yang kucatat pada perahu yang tergantung hingga masa yang membawaku melarungkannya kebagian yang tak kau lihat atau bahkan kuberikan padamu sebagai bukti apa yang kusimpan dalam diamku? aku memilih diam dan tak menjawab tanyaku sendiri.

Bangkit untuk jalan slalu saja aku jalan dan tak terdiam, aku tak menjadikan beban dalam diam yang kusimpan maka kumainkan saja kata-kata yang tersirat hingga kau paham benar biar satu aku tak mungkin bersuara. Aku mengerti cahaya tak akan selalu terang dalam lingkar hidup yang melangkah, maka akan ada gelap yang menyeling biar warna berganti tak jadi bosan. Namun aku tak menggeser diam biar kita satu pada sama. Kunikmati rindu maka biar kutekan semakin dalam biar tak lihat ini rindu yang kusimpan dalam diam. 

Kubilang kau tuan beransel karena aku si nona beransel, kunikmati satu diantara lukisan alam yang kurekam dalam memori andai kau duduk dan bersuara menemani pujian lukisan alam bersama. Tuhan tau aku merekamnya dengan perjalanan dengan hanya ransel terbaikku yang kubawa dalam perjalananku, singgah dikota udang, dikota pelajar, dikota pahlawan, hingga dikota apel dan sendiri tanpa kau. Kubiarkan mataku menikmati apa yang mau kumanjakan dari tiap perjalananku, hanya kulukis saja wajahmu pada ingatanku biar tak ada sepi yang menusuk maka kunikmati biar satu kita tetap ada.

Untung biar satu jemariku pada ilusi maka kucipta namamu pada carikku dan kulantunkan namamu pada bait sujudku. Biar aku diam maka kupesankan pada angin untuk menjaga hangatnya tidurmu dan sepinya malammu. Terabaikan, tentu saja takkan kulakukan. Biar kunikmati perjalananku maka lantunan doaku tetap kusampaikan tanpa sadarmu karna biar satu aku akan diam.






i. d. a.

Kamis, 15 November 2012

Bulan Kamis Malam

Menikmati candu dari sebatang mawar yang merekah 
Cantik dengan merpati yang menunggu diperbatasan senja
Kata yang berbisik dia bulan di kamis malam
Maka biar kunikmati sang pancaran yang setia
Menemani detik-detik kehangatan dalam relung hati yang berjanji
Biar kunanti lagi bulan kamis malam
Biar kurekam dalam rindu hingga usia menutup waktu
Aku tak menahan pada awan yang menggembung
Biar saja mengalir dengan hujan
Terasuk dalam manisnya jemari menggenggam
Terikat pada waktu yang berjanji
Bulan kamis malam kan kutunggu


i. d. a.

Selasa, 13 November 2012

si tuan kanebo kering

Entah kaku itu bagian yang mengesankan atau kaku nampak kanebo itu cirinya? hah..biarlah maunya apa. Mencintainya dan lagi kutulis tentang cinta. Bukan dengan tanpa alasan kau enggan bersuara dalam bagian yang menghias kagumku. Hingga tanpa sadar atau mungkin terbutakan saja bagian yang nampak terlihat pada panca indra.

Apa kau rindu? apa kau ingin denganku? kurasa tidak. Inginku tak mencatat pada rekaman memoriku bagian gambar hidupmu. Tak bisa kutolak semu yang kuharap mejamah jemari yang kaku. Aku ingin, aku rindu, aku dan kamu? bisa jadi kita? kau yang tau. Kau..... tengok sedikit saja rinduku. Sebentar saja tatap mataku.

Biarlah kunikmati bayanganmu saja, biar. Biar jadi satu dalam bayangan tanpa nyata jika kau tetap jadi tuan kanebo keringku. Biar sekali kusiram air dalam didihnya cemburu. Tentu tak bisa pasti. Tentu cinta lebih nyata pada bisu ku.



i. d. a.

Sabtu, 10 November 2012

I N I S I A L

inisial
Aku memainkan huruf sebagai tanda dengan itu aku mengucap pada sendu dengan berat ku sanding diantara musim yang meminta kami menikmati romantisme kota, dari sudut satu dengan sudut belahan lainnya pada poros bumi. Aku dan bait sebagai tanda ingin berpesan pada inisial yang tersembunyi pada huruf. Mengikat atau menghempas, biar terbawa air biar salju yang mengikat pada beku biar angin yang menghempas pada kemarau. Dengan peluh maka terisak. Dengan tawa maka canda pada sejagat. 

Biar..biar saja catatan kecil mengadu pada angkasa. Cetakan pada gumpalan awan yang memutih dan langit yang membiru. Inisial yang Kuasa sebagai tanda ini reaksi yang mempesona. Riuh sambut guntur, rintik itu tak sabar menari pada jemari menyambut langkah putri sang penari. Gamelan mengalun, inisial lagi tanda masa mengulang catatan lalu. 

Setia tak bersuara maka tanda catatan kecil akan merekam memori yang mengabu. Menunggu saja inisial yang merona pada janji yang mengucap pada suci hari yang menetap pada insan yang menanda inisial. Jangan biar pilu, semua akan menjingga. Biar debur yang mengaduh sampai pecah diantara karang. Menepi dalam gulita yang menabur pesona angkasa.

Duduk saja ditepian..




i. d. a.

Senin, 05 November 2012

4 warna

Membaca pagi dalam mentari maka tercipta bias dalam cahaya, sejuknya pagi. Menyambut malam tanpa henti ia abadi. Melangkah dalam Sepi, menikmati masa dengan kutipan sunyi. Hanya sepi dalam temaram, tenang.. warna ini tak memihak dalam nyeri biar saja terlampauin oleh waktu biar nikmati pagi dalam siang. Mencatat bagian-bagian cantik dalam rekaman mata yang tersimpan dalam memori, warna Rindu menyeret pada bait-bait syair yang tertarik pada pena goresan tua. Memilih kata-kata cantik pada potongan bagian memori.  Terpejam saja kalau begitu pada Rona warna bias yang menjingga. Membawa tanda-tanda bahagia dalam sunyi, tersenyum kembang menatap semesta. Hingga meringis pada warna Sendu, meluka pada sosok yang mengabu bahkan hitam dalam tungku perapian malam. Sejenak menjejak langkah-langkah yang menyesaki titik lemah biar saja terbawa larut.

Pesona warna dalam takdir, maka nikmati saja hingga terpejam dalam mati.





i. d. a.

Sabtu, 03 November 2012

Mereka Bersua Aku Diam

Aku yang memilih dalam diam menjadi larut pada detak jarum jam yang berputar, menikmati masa tanpa hina. 
Biar saja malam tak terganti pagi, biar terikat hingga terpejam. Aku dan tangis sudah tak ingin berjabat. 
Menjadi sendu tanpa hanyut. 
Titik itu abu bukan biru apalagi jingga. 
Tanpa ijin tak ada langkah melepas ingin hingga suka dengan waktu. 
Menikmati bagian dan rekaan dalam memori hingga akhir aku tak ingin bahkan acuh pada bulan. 
Padahal akhir tahun siap datang menyambut hingga tahun tak menolak berganti. 
Tak ada ucap maka biar saja diam. Satu..dua..tiga.. atau bahkan lebih. 
Entahlah..acuh..




i. d. a.