Selasa, 17 Juli 2012

Pintu

Mengingkari rasa itu memang tiada mampu kuelak akan sedikit saja masa yang hampir diambang rasa bagiku, ya..hanya bagiku. Namun tiada kukira pintu-pintu yang lengang itu masih banyak yang terbuka tanpa rumitnya pintu yang kupertahankan. Awalnya kuanggap tiada mungkin sia-sia penantianku setelah waktu yang kuhitung tanpa sengaja berlalu begitu saja. Mengutip keabadian yang kuharap hinggap padaku namun tetap saja keabadian tiada mungkin kumiliki.

Masaku berakhir begitu saja, berjalan mundur perlahan dengan tetap berharap pintu itu akan terbuka dengan sendirinya tanpa ada makhluk hidup selain aku yang menantinya. Namun aku takkan pernah memaksa pintu itu terbuka, biarlah masa yang menjawab teka teki rahasia pintu itu. Mungkin tiada pilihan untukku untuk tak mengusik abadinya pintu itu. Sempat terlintas inginnya kubeku dan tetap tak perduli apa yang akan terjadi pada pintu itu yang jelas aku akan tetap menunggu pintu itu terbuka. Tiada ingin ternyata relungku mengusik pintu itu lagi, mungkin dia memang butuh kesunyian yang akan tetap abadi menemani masanya.

Bermain dengan nada-nada syair yang kupercaya mampu menghibur laraku, berkutat dengan hal yang syahdu pada pelupuk hangat yang kurindu, dan lantunan doa yang menenangkan akalku. Membiarkan segalanya mengalir tanpa paksa yang berkehendak atau memilih pintu baru yang tak akan kutemukan kedamaian yang sama. Biarlah masa menjadi penghangat alur yang akan terlintasi pada takdir yang tercatat dengan baiknya.

Menyanding Bahagia yang tercatat pada tiap takdir yang berkehendak.



i. d. a.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar